Rabu, 09 Juli 2014

Mentari, Malam dan Aku

Ketika mentari mengusir gelapnya malam. Maka aku bercumbu dengan nyata.
Mentari bersinar di sudut khatulistiwa. Masih tampak jauh dan kecil, tapi cahayanya sudah mampu menyentuh kulitku yang diselimuti dinginnya malam, kini berangsur hangat. Mata ini enggan terbuka untuk melihat dunia dan melalui hari di tengah kenyataan dan bertarung melawan rasa perih akan kesendirian, meski tadi malam aku enggan memejamkan mata karena takut untuk dan bermimpi tentang dirimu. Bermimpi tentang betapa indahnya hidup bersamamu selamanya, dan kemudian aku harus bangun lalu menjalani kenyataan itu, bahwa itu hanya mimpi, dan kau bukanlah milikku, bukan untukku dan tidak akan menjadi milikku.
Kenapa harus ada siang? Bila gelap malam mampu membuatku hidup dalam kebahagiaan yang fana bersama mipi – mimpiku. Meski fana, setidaknya aku tak merasa sepi. Karena aku selalu bercerita tentang kisah yang tak ada tapi seolah terjadi.

Karena aku dan anganku selalu melambung tinggi meninggalkan ragaku jauh di sini. Di pembaringan yang kian using.