Ketika mentari mengusir gelapnya malam. Maka aku bercumbu dengan nyata. |
Mentari bersinar di sudut khatulistiwa. Masih tampak jauh
dan kecil, tapi cahayanya sudah mampu menyentuh kulitku yang diselimuti
dinginnya malam, kini berangsur hangat. Mata ini enggan terbuka untuk melihat
dunia dan melalui hari di tengah kenyataan dan bertarung melawan rasa perih
akan kesendirian, meski tadi malam aku enggan memejamkan mata karena takut
untuk dan bermimpi tentang dirimu. Bermimpi tentang betapa indahnya hidup
bersamamu selamanya, dan kemudian aku harus bangun lalu menjalani kenyataan
itu, bahwa itu hanya mimpi, dan kau bukanlah milikku, bukan untukku dan tidak
akan menjadi milikku.
Kenapa harus ada siang? Bila gelap malam mampu membuatku
hidup dalam kebahagiaan yang fana bersama mipi – mimpiku. Meski fana,
setidaknya aku tak merasa sepi. Karena aku selalu bercerita tentang kisah yang
tak ada tapi seolah terjadi.
Karena aku dan anganku selalu melambung tinggi meninggalkan
ragaku jauh di sini. Di pembaringan yang kian using.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar