Melanjutkan...
Setelah menikmati keindahan hijau nya air di Curug Bengkok Leuwi Hejo, kami berdua melanjutkan perjalanan menuju Curug Barong dengan mnapaki tanah yang menanjak. Perjalanan cukup berat walau hanya membawa dua botol Aqua satu liter di dalam ransel saya, dan walaupun tidak begitu tingi, namun medan yang kami tempuh sama sekali tidak bisa di sepelakn, mulai dari diagonal tanah yang cukup menjulang, juga jalanan setapak di tepi tebing, namun selalu ada keindahan yang tersedia setiap kita mau melakukan dan menjalani beratnya rintangan yang ada di depan mata, bukan begitu?
Sekitar beberapa menit, mungkin sekitar dua puluh atau dua puluh lima menit saya tidak bisa memastikan, yang saya tahu jarak yang kami tempuh dari area Curug Bengkok ke Curug Barong menurut penerangan Si Abng penjaga toilet, yaitu sekitar setengah kilometer. Satu - satunya pegangan yang kami miliki saat itu adalah Tuhan. Karena sesulit apapun bila dia mengijinkan maka kami akan bisa mencapainya.
|
Perjalanan Berlanjut |
Curug Barong
Curug Barong dan Curug Bengkok Leuwi Hejo memang sama - sama tidak memiliki terjal air terjun yang tinggi, namun bebatuan besar yang menumpuk dan menyediakan celah di setiap sisinya seolah membuat tangga bagi air yang mengalir dari ketinggian.
Are di Curug Barong lebih sempit, hanya tersedia area Curug dan beberapa kolam yang menjadi wadah air sebelum kembali mengalir, tidak ada warung ataupun sekedar saung untuk tempat bersantai. Di sini kami merasa sedikit nyaman karena tidak terlalu ramai. Namun, tak lama mulai muncul beberapa gerombolan pengunjung yang datang hingga akhirnya kami memutuskan untuk turun dari Curug paling atas di Curug Barong menuju Curug di bawahnya. Dengan menggendong tas dan menjinjing sepatu saya menyeberangi aliran air di Curug Barong paling atas untuk menuruni tumpukan bebatuan, namun sayang sekali karena pijakan kaki saya di batu kurang tepat, sayapun terpeleset hingga terbaring, namun beruntung tidak ada yang basah dan tidak ada satupun bagian tubuh saya yang merasa sakit, bahkan saya tidak merasa malu sama sekali. Hahahha.
|
Curug Barong |
|
Narsis Dulu |
|
Lebih Dekat |
Mandi di Area "Private"
Di aliran Curug ke dua kami berdua memberanikan diri untuk menikmati dinginnya air di sana. Para pengunjung sepertinya lebih tertarik berada di atas dan di Curug Bawah kami yang areanya lebih luas, atau mungkin karena beberapa pengunjung yang baru datang melihat kami dengan kamera di tangan membuat mereka enggan untuk mengganggu kami. Tapi untunglah, dengan begitu kami beberapa kali berhasil mengabadikan keindahan dan betapa narsisnya kami.
|
Aliran di Curug ke dua |
|
Bersenang - Senang |
|
Mulai Narsis |
|
Pegang Batu-1 |
|
Pegang Batu-2 |
|
Kumat |
|
Di sini jadi area narsis |
|
Hahaha |
|
Main Air |
|
Basuh |
|
Imperfect |
|
Menunggu Para Bidadara yang sedang mandi |
|
Serasa Jaka Tarub |
Perjalanan Kembali Berlanjut...
Setelah cukup puas menikmati segarnya air di area "Private" kamipun sebera berganti pakaian di balik tumpukan bebetuan yang membentuk seperti sebuah Goa. Kami tak langsung beranjak dari area Curug Barong, kami smepat beristirahat, bahkan saya sempat tertiduru untuk beberapa saat di area bebatuan yang kering di sisi Curug. Saat terbangun saya mendengar beberapa orang yang bercerita tentang salah satu pengunjung yang hampir tenggelam di kolam air terjun yang berada di atas. Kalau saya tidak salah dnegar, lelaki muda itu melompat dari atas batu ke dalam kolam tempat jatuhnya air, namun berhasil di selamatkan. "Alhamdulillah" ucap saya dlam hati.
Kami beranjak dari area Curug sekitar jam satu. Di persimpangan, kami kembali membaca petunjuk jalan, saya penasaran dnegan Leuwi Lieur yang tertulis di sana? Kami sempat berunding dan memperhitungkan jam untuk memutuskan apakah kami mau menjajal Leuwi Lieur atau sudah saja? Karena jujur saya merasa penasaran.
Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan untuk mencicipi keindahan Leuwi Lieur.
Di mana bumi di pijak di situ langi di junjung.
Seberapa kuat kita, seberapa hebat kita, sekaya apapun kita dan sepintar apapun kita,
Tuhan bukan tandingan.
Alam bukanlah arena bermain meski dia menyediakan keindahan yang pantas untuk kita jamah.
Tuhan menyajikan alam untuk kita belajar, untuk kita memahami tak hanya untuk kita nikmati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar