Melepas tahun 2014 sekitar lima bulan lalu. Sebenarnya saya dan partner bermaksud untuk ikut menyemarakkan pergantian tahun di kota saya, Yogyakarta. Sudah terbayang berbagai kegiatan yang akan kami habiskan. Mulai dari jalan - jalan ke Taman Sari, berburu Sunrise ke Candi Borobudur - Candi Prambanan, Menunggu Sunset di Pantai daerah Gunung Kidul hingga menghabiskan malam dengan berwista malam dan kuliner di seputaran kota. Namun sayang sungguh sayang, seketika rencana hancur berantakan karena kami salah perhitungan dalam mengatur waktu untuk memesan tiket kereta.
Rabu, 31 Desember 2014 04.30 AM
Akhirnya setelah hari sebelumnya kami memutuskan untuk mengubah destinasi di pergantian tahun dari rute Jakarta - Yogyakarta menjadi Jakarta (Pasar Rebo) - Jakarta (Pulau Pari, Kepulauan Seribu). Menyesal? Sedikit, tapi tidak apa - apa, toh kami belum pernah menyambangi Pulau Pari. Satu - satunya Pulau di Kepulauan Seribu yang pernah kami kunjungi baru Pulau Tidung.
Tanpa rasa kecewa namun dipenuhi rasa was - was akan cuaca yang tidak menentu, akhirnya kami menaiki Taksi Putra yang sudah kami pesan sejak pukul sebelas malam sebelumnya. Singkat cerita taksi yang kami tumpangi melesat menuju Pelabuhan Muara Angke. Tak ada gambaran sama sekali di mana kami akan menginap atau bagaimana situasi di tempat tujuan kami. Tak seperti yang kami bayangkan ternyata kami berangkat terlalu pagi, walau begitu beberapa calon penumpang kapal sudah menumpuk. Kami bergegas mencari kapal mana yang menjadi alat transportasi yang akan membawa kami menuju Pulau Pari. Mengejutkan, tak seperti perjalanan sebelumnya ke Pulau Tidung, ternyata kapal menuju Pulau Pari tidak begitu banyak dan sudah di sesaki dengan penumpang.
"Waduh, gue bakal dapat tempat nginap gak ini?" Saya merasa khawatir, karena kami berdua sama sekali tidak mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk.
Rabu, 31 Desember 2014 06.30 AM
Kapal yang kami tumpangi mulai berlayar. Makin jauh kami berlayar dari Pelabuhan, makin terlihat gurat hitam di langit membuat kami berdua menghela nafas dalam dan panjang.
Rabu, 31 Desember 2014 09.00 AM
Berlabuh |
Tapi begitulah, selalu ada pengorbanan yang harus dilakukan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Lagi pula hujan ataupun tidak sepertinya tidak akan menghalangi kami untuk menikmati keindahan Pulau Pari.
Beruntung, meski belum mendapatkan tempat penginapan, akhirnya kami berhasil mendapatkannya setelah ada seorang pemilik penginapan yang menawarkan satu buah kamar kosong (karena salah satu pengunjung membatalkannya). Cukup murah dengan harga Rp. 360.000,- dengan fasilitas televisi, kamar mandi dalam, kasur yang terdapat di dalam kamar sebesar kurang lebih 5 m x 4 m serta dua buah sepeda terbilang sangat layak.
Rain will never cave me in. Kalau sudah begini, harus berdiam diri di dalam kamar akan terasa percuma, untuk apa sudah sejauh ini kalau hanya mau tidur saja? Setelah akhirnya kami sempat menunggu beberapa lama hujan mulai sedikit reda, kami memutuskan untuk jalan - jalan menelusuri Pulau.
Perahu Nelayan |
"Ya Elah!" cuma itu kalimat kekecewaan yang keluar dari mulut kami berdua.
Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke penginapan dan menunggu hujan kembali reda. Tak lama akhirnya hujan mulai reda, tapi kami tidak memutuskan untuk segera menulusuri pulau kembali. Kami mencoba bertanya tempat mana yang sebaiknya kami kunjungi terlebih dahulu kepada Si Pemilik penginapan. Beliau menganjurkan pada kami untuk berburu sunset di Pantai Bintang.
Sunset Fail
Sesuai instruksi, sekitar jam 3.00 sore kami berdua bergegas memacu sepeda yang sudah kami sewa untuk menuju Pantai Bintang di salah satu sisi pulau, kalau bisa melihat sunset itu berarti pantai bintang ada di sisi Barat pulau ini, itu menurut saya. Dengan bersemangat kami mengayuh sepeda, ternyata jalan menuju Pantai Bintang masih rimbun oleh jajaran pepohonan yang membentuk hutan yang cukup teduh.
Bintang Terlentang di Pantai Bintang |
On their Rain Coats |
Pleasure |
Malam Pergantian Tahun
Gerimis tampaknya memang enggan untuk berhenti, namun tetap tidak ada yang bisa membuat kami mengurungkan niat untuk menikmati malam pergantian tahun.
Sengaja memang kami menyempatkan tidur terlebih dahulu, selain supaya nanti saat acara puncak pergantian tahun kami tidak mengantuk, juga karena memang hujan kala itu turun begitu deras. Namun sepertinya seperti kami, para pengunjung tak bisa terkalahkan oleh derasnya hujan. Berkali - kali kembang api menghiasi hitamnya langit Pulau Pari malam itu.
Good Bye 2014, Welcome 2015
Tak hanya pesta kembang api yang memeriahklan malam itu, tapi rupanya ada beberapa pengunjung yang sepertinya berasal dari Indonesia Timur yang merayakan pergantian tahun dengan berjoged bersama - sama. Bahkan ada beberapa pengunjung lainnya yang ikut bergabung dan membuat saya senyum - senyum sendiri. Bahkan ada beberapa bait dari lagu pengiring yang membekas di telinga saya.
Sengaja memang kami menyempatkan tidur terlebih dahulu, selain supaya nanti saat acara puncak pergantian tahun kami tidak mengantuk, juga karena memang hujan kala itu turun begitu deras. Namun sepertinya seperti kami, para pengunjung tak bisa terkalahkan oleh derasnya hujan. Berkali - kali kembang api menghiasi hitamnya langit Pulau Pari malam itu.
Good Bye 2014, Welcome 2015
Count down...
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
"Happy New Year!"
BOOM!!! |
BOOM!!! |
Semburat warna di gelapnya malam. |
Fireworks. |
"Nona Manis Putarlah ke kanan, ke kanan, ke kanan dan ke kanan....
Sekarang ke kiri, ke kiri, ke kiri dan kekiri..."
Tarian Kebahagiaan |
"Kalau mau berburu sunrise ke Pantai Perawan Mas." Kata Sang Pemilik Penginapan.
Kami lagi - lagi menuruti petunjuk dari Sang Pemilik Penginapan. Dengan ekspektasi cukup tinggi, kamu mengayuh pedal sepeda masing - masing menuju pantai perawan. Pantai tempat semalam kami ikut merayakan pergantian tahun. Sampai di sana ada sedikit rasa prihatin karena ternyata akibat dari perayaan tadi malam meninggalkan sampah di mana - mana. Saya dan beberapa pengunjung sesekali membungkuk untuk sekedar memungut berbagai sampah dari dalam air dan melemparkannya keluar. Sungguh disayangkan.
Beberapa kali kami melihat langit, tapi tidak ada tanda - tanda matahari terbit, yang kami lihat hanya awan tebal dan secerca sinar matahari, itupun beberapa kali tertutup awan tebal.
"Ya elah!" Gerutu partner saya yang sudah menyiapkan Nikon D3200 miliknya.
Lagi - lagi dengan rasa kecewa yang kali ini sedikit lebih terasa, kami memutuskan untuk menikmati saat - saat terakhir kami di Pulau Pari, sebelum akhirnya kami kembali ke Jakarta.
Bermain Bulu Babi |
Parkir |
Untuk mengobati rasa kecewa akhirnya kami memutuskan untuk merasakan sensasi menelusuri celah - celah hutan bakau di perairan Pantai Perawan dengan menyewa jasa nelayan dan perahu atau sampan dengan hanya seharga Rp 35.000,-
Berlayar |
Bias Cahayan menembus jajaran Bakau |
Beginilah setidaknya saya bisa mewarnai hidup saya, hal yang sederhana namun menyenangkan bagi saya.
One Big Smile |
Menghidupi Hidup dengan Kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar