Selasa, 01 Maret 2016

Uniqly Family : Kisah Tauladan dari Kak Irine (Sang Bapak)

Keluarga. Saya sangat senang mendengarkan kawan atau siapapun bercerita tentang kehidupan keluarga, apa lagi kalau itu kisah lucu. EITS!!! BUKAN UNTUK MENERTAWAKAN! Tentu saja, bukan. Karena sebenarnya dari kisah lucu dan unik itu saya malah bisa belajar sesuatu.

Perbincangan Bermula.

Dengan mata sipit dan wajah seperti orang Jepang itu dia duduk. Kini tubuhnya sedikit tampak padat, tapi sama sekali tak menghilangkan setiap kesan yang saya kagumi dulu dari Kakak Kelas yang sebenarnya seumuran denganku itu. Aku hanya duduk di kursi plastik di kamar penginapan, sedangkan tergeletak santai di atas kasur sahabatku Jemi. Di kursi lain ada partner saya Djuma.

"Kalau aku, mungkin kita kalau certita tentang masa sulit dulu kan pasti ketawa kan?" Dia berkisah dengan logat jawanya yang sedikit hilang.
"Iya kejadian miris kayak kita misal uang saku lima ribu semingu dan seterusnya." Tambahnya.
"Iye, he ehm." Jawab kami.
"Kalau kita cerita sama teman pasti kan ketawa ya? Karena jadi lucu." Terangnya.
"Tapi, aku punya teman memang sejak kecil udah kaya jadi pas kita cerita begitu kita udah heboh ketawa eh dia cuma bilang 'kok aku gak gitu ya, gak gini ya.' Gitu." Dan sebuah kisah lucu dan bermaknapun bermula dari prologue tersebut.

Cara Seorang Ayah Mencintai dan Melindungi Anaknya.

Googling for Father Photograph

Aku masih melihatnya sebagai seniorku dulu di salah satu kegiatan ekstrakulikuler, dia memang gemar bercerita dan gemar berbagi dan hal yang paling membuatku nyaman sejak dulu adalah karena dia selalu mau mendengarkan ketika siapapun berbicara, itulah kenapa aku tak jengah mendengarkan dia bercerita, karena aku hanya akan jengah mendengarkan cerita dari seseorang yang tak mau mendengarkan orang lain bercerita.

"Bapkku tuh dulu Unik kok memang." Ceritanya. Kami masih mendengarkan.
"Ada satu kejadian waktu dulu aku STM." Tambahnya.
"Dia kan Bapakku nganterin aku ke halte Bus deket rumah." Kisahnya.
"Dan kalian tahu apa?" Seperti dulu, dia masih bisa menyisipkan drama di setiap kisahnya.
"Waktu aku naik, Bapakku teriak ke keneknya." Jawabnya mengabaikan kami yang masih diam mendengarkan.
"Pak ati-ati kui wonge rodo edan!" (Pak hati-hati itu orangnya agak gila!) Kelakarnya menirukan Sang Ayah yang meneriakinya saat itu.

Kami tertawa mendengar kisahnya, tak terkecuali dia.

"Memang unik kok Bapakku tuh!" Hanya itu yang keluar dari bibirnya di sela - sela senyum gelinya.

Pesan Yang Saya Dapat...

Lucu? Memang. Tapi, ada yang lebih dari sekedar lucu yang kami dapatkan.

"Oh berarti itu adalah cara Bapakmu menjagamu kak!" Simpulku.
"Iya jadi kan dia sebenarnya mau melarang kamu buat pacaran dan takut kamu digodain. Jadi Bapak kamu teriakin begitu biar semua orang di Bus dengar dan gak ada yang mau dekat sama kamu!" Timpal Jemi menerangkan.
"Iya biar pada mikir dua kali kalo mau deketin!" Sambar Kak Irine.

Aku jadi teringat perbincanganku dengan Djuma beberapa waktu lalu yang berujung pada sebuah kesimpulan.

Cara seorang Ayah untuk menunjukkan kasih sayang untuk anaknya itu berbeda.
Dia menujukannya dengan cara yang unik.
Diamnya adalah rasa takut kehilangan yang dia pendam.
Dia tak pernah mengeluh dan tak pernah berbicara apapun tentang rasa takutnya.
Karena dia khawatir orang - orang yang dia cintai berpikir
bahwa mereka mempercayakan hidup mereka pada orang yang salah.
Ego Ayah adalah melindungi, mengayomi dan menjaga.
 Hargai dan pahamilah dia, Ayahmu.
-Us-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar