Rabu, 27 Mei 2015

13 Oktober 2013 : "Motoran" ke Kawah Putih

13 Oktober 2013

Pagi buta ketika dingin masih menyelimuti kota, kami terbangun melawan rasa kantuk, mendahului kumandang adzan subuh juga mendahului Sang Surya yang belum beranjak dari pembaringannya. Kami sudah berencana untuk mengunjungi seorang teman di Leuwi Gajah, Cimahi. Dia menyarankan untuk mengunjungi Kawah Putih dan katanya kalau memungkinkan dia akan mengantar kami ke lokasi. Berbekal janji itulah kami akhirnya memberanikan diri mengendarai Si Ganteng menuju Cimahi dari Jakarta. Karena libur panjang dan takut terhadang oleh kemacetan jalur Puncak, maka kami berangkat pagi buta setelah menunaikan Shalat Subuh.

Jakarta - Puncak

Dingin masih menusuk pori - pori kulit kami meski kami mengenakan jaket yang cukup tebal, bahkan meski matahari sudah mulai terbit, untung saja sejauh mata memandang kami tak melihat kemacetan sedikitpun, mungkin belum lebih tepatnya. Setelah menanjaki tanjakan menuju Puncak yang berkelak - kelok cukup lama, kami akhirnya berhenti sejenak untuk beristirahat dan sarapan di seberang Masjid Attauwun. Menikmati segelas kopi panas dan jagung bakar, sambil menikmati pagi yang cerah.

Trip to Kawah Putih 1
View dari depan Attauwun

Trip to Kawah Putih 2
Dari Warung Depan Attauwun

Trip to Kawah Putih 3
Sarapan Hangat

Trip to Kawah Putih 4
Mangga mampir heula sakedap

 Puncak - Leuwigajah, Cimahi

Sekitar hampir empat jam dari perjalanan di mulai, kami akhirnya tiba di rumah teman saya di kawasan Leuwigajah, Cimahi. Lebih tepatnya di pemukiman depan SMK N 1 Cimahi atau lebih terkenal dengan sebutan STM Pembangunan Bandung. Ternyata ketika kami sampai, teman saya sudah mempunyai janji dengan sahabat - sahabatnya untuk pergi entah ke Lembang. Awalnya kami diberikan opsi untuk melanjutkan dengan rute yang baru saja dia jelaskan atau ikut bersama mereka menuju pemandian air panas di daerah Lembang. Sebenarnya cukup tergiur juga untuk mencicipi pemandian air panas, tapi karena saya bukan tipe orang yang mudah bersosialisasi dengan orang - orang baru, begitu juga partner saya, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Kawah Putih dengan hanya bermodal GPS dan petunjuk yang sudah di terangkan dari teman saya itu.


Trip to Kawah Putih 5
Kawah Putih

Trip to Kawah Putih 6
Keheningan di sela hiruk pikuk pengunjung
Trip to Kawah Putih 7
Pre-Wedding

Trip to Kawah Putih 8
Saya kala itu

Trip to Kawah Putih 9
Angkutan

Leuwigajah, Cimahi - Kawah Putih

Rute yang sudah di terangkan oleh teman saya ternyata cukup detail dari mulai kondisi jalanan yang kasar dan berbatu, berkelak - kelok, menanjak, banyak sawah, perkampungan dan sebagainya memang kami jumpai. Awalnya kami berniat mencari penginapan untuk bermalam di sana di sekitar Kawah Putih, namun kami lebih memilih untuk mengunjungi kawasan Kawah Putih terlebih dahulu sebelum memutuskan apakah kami jadi menginap atau tidak.

Kawah Putih

Sampai di area wisata Kawah Putih ternyata kami harus menaiki sejenis angkutan umum terbuka yang akan mengantar kami ke puncak tempat Kawah Putih berada. Dan ternyata trek yang dilalui angkutan yang kami tumpangi cukup menegangkan, di salah satu sisinya terdapat tebing jurang, sedangkan jalanan yang digunakan sebagai trek medannya naik turun, berlkelok - kelok dan sempit, bahkan ketika ada mobil atau angkutan yang turun, kendaraan dari kedua arah harus menurunkan kecepatan dan saat berpapasan jarak antara kendaraan cukup sempit. Benar - benar menantang.

Hingga di atas, kami baru sadar kalau kami tidak membawa masker untuk menghindari bau belerang yang menyengat dan bisa mengganggu pernapasan. Saat itu situasinya sudah bisa ditebak, ramai dan ada beberapa kali saya melihat calon pengantin melakukan foto pre-wedding.

Kembali Pulang

Cukup lama kami berada di sana menikmati keindahan alam dan membiarkan tubuh terkontaminasi Belerang, kami akhirnya memutuskan untuk kembali turun. Tepat saat kami naik ke atas, keluar dari area Kawah Putih hujanmulai turun, deras. Kamipun harus menunggu untuk kembali turun karena banyak wisatawan yang saat itu juga bermaksud untuk turun menghindari terkena hujan. Tentu saja angkutan yang  tersedia tidak bisa mengangkut seluruh pengunjung dengan hanya sekali angkut, jadi kami harus menunggu beberapa angkutan yang kembali. Dan menurut penuturan, jam lima merupakan dari akhir oprasional angkutan. Saya sempat melirik jam. masih jam 3.30 pm.

Cimahi - Jakarta

Memasuki Cimahi, saat itu sudah cukup larut, kami memutuskan untuk tidak mampir dulu di rumah teman saya, kami langsung melaju menuju Jakarta, karena satu dan lain hal kami mengurungkan niat untuk bermalam di area Kawah Putih. Di jalan kami menemui hambatan karena rasa kantuk yang merasuk dan kondisi jalan yang licin, motor yang kai tumpangi tergelincir di daerah dekat cipularang. Saat itu juga kami seolah terbangun oleh rasa kaget dan sakit dari luka yang diakibatkan oleh hantaman dengan jalan aspal, Luka tak kami hiraukan yang penting kami selamat, itu saja kami sudah bersyukur, Dengan sedikit menurunkan kecepatan, kamipun melaju pulang menuju Jakarta.

Trip to Kawah Putih 10
Beristirahat Sejenak Sebelum Sampai Kembali ke Jakarta

Perjalanan yang dijalanai adalah guru terbesar dalam kehidupan, dia tidak mengajarkan bagaimana menghitung, bagaimana membaca. Tapi perjalanan mengajarkan kita tentang kehidupan dan memperkenalkan kita kepada kematian. Karena sejauh apaun kita berlali, bila waktunya telah tiba, Mati adalah Mati.

Museum Makam Prasasti : Agnez Mo - Tanpa Kekasihku?

One day holiday di Jakarta

Apa yang harus saya harapkan. Budget terbatas, minat juga ikut - ikutan terbatas. Mau pergi kemana? Tidak ada satupun bayangan indah di kepala yang bisa dan mau dikunjungi.

Obsessi Akan Agnez Mo

Sebagai penggemar salah satu penyanyi dalam Negeri Agnes Monica yang sekarang lebih dikenal dengan nama Agnez Mo, saya benar - benar terobsesi dengan salah satu video klip lagi miliknya. Ingat lagu Tanpa Kekasihku? ya saya ingin sekali berkunjung ke lokasi di mana Agnez Mo melakukan shooting untuk music video miliknya itu. Hingga akhirnya saya mendapat issue kalau shooting untuk music video itu dilakukan di Taman Makam Prasasti, entah benar atau tidak tapi saya sangat antusias untuk berkunjung ke Taman Prasasti yang beralamat di Jl. Tanah Abang I No.1, Kelurahan Petojo Selatan, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

Museum Makam Prasasti

Ternyata lokasinya cukup tersembunyi karena masuk ke dalam komplek perumahan di daerah Kebon Jahe Kober. Ini adalah pemakaman sejak masa kependudukan VOC dan dimaksudkan untuk pemakaman orang Belanda yang terhormat dan prajurit Belanda berpangkat tinggi pada masanya. Suasananya terasa cukup sakral dan sangat tenang juga teduh.

Museum Prasasti 1
Museum Prasasti

Museum Prasasti 2
Patung

Museum Prasasti 3
Mendoakan

Museum Prasasti 4
Menjaga

Museum Prasasti 5
Merindukan

Museum Prasasti 6
Menunggu

Museum Prasasti 7
Menangisi

Museum Prasasti 8
Mengiringi

Museum Prasasti 9
Mengagumi
Bila Waktunya tiba, maka tak seorangpun mampu mencegahnya. Bila nantinya aku sendiri biarlah engkau yang mengingatku dan ku harap kau merindukanku.

Selasa, 26 Mei 2015

8 : The "Finished yet Unpublished" Project

Finished yet Unpublished


8
Finished yet Unpublished
Since last year I wrote a story base to conquer all the sound inside my head. I heard them whispering about what did I've done for my whole entire life.

I love to Write, I love to Read and I love to hear any kind of story and of course I love to create so many story inside my head in every particular times and days.

But For these whole years -it's been five years actually- I got stuck with this 8 people inside my head.

Who Are They?

They're nobody, none of 'em living or even was living around me. Maybe they would be my alter ego, my split personality.
How could that be? Because whoever they are, I totally put a different personality of mine to each of them then I combine with the other people personality that I've ever met before.

What are their names?

Okay. Let me start with the first group that was living inside my head for longer than the other one. The first one are Farres (Guy in Glasses), Ferris (Twin Brother of Farres), Eleanor (Beautiful Girl) then a month later Aruna (Man with a thin beard under his lips) and Valerie (Girl with a Bang) were came to my head. The other three were came after a such a long time they're living in my head. They are Malik (The baby face guy) Milka (The black and curly hair girl) also Nancy (The curvy girl). When they were being a complete kid I was really stuck to stand along with them.

About Their Personalities :

Farres Putra Hartanto
Height : 5'6"
Weight : 130 lbs
Skin : White (tend to be red)
Orientation : Gay
Eyes : Brown
Hair : Black
Hobby : Painting and Reading
Work : Design Interior
He is a self-contained guy, stubborn, smart, curious, irritable yet calm, easily moved and hating noise and loud sound.

Ferris Putra Hartanto
Height : 5'6"
Weight : 121 lbs
Skin : White (a little bit dark)
Orientation : Straight
Eyes : Brown
Hair : Black
Hobby : Football and Photography
Work : Journalist
He is an open person, stubborn, smart, a little bit arrogant, careless, heartless, hate a 'talk too much' people.

Eleanor Ayu Nastiti
Height : 5'5"
Weight : 110 lbs
Skin : White
Orientation : Straight
Eyes : Brown
Hair : Dark Red - Colored
Hobby : Writing and Singing
Work : Architect
Calm, lovely, generous, stubborn and smart.

Aruna Prakasa
Height : 5'9"
Weight : 130 lbs
Skin : Tanned
Orientation : Straight
Eyes : Brown
Hair : Black
Hobby : Traveling and Photography
Work : Architect
Mature, careful, generous, curious and easily irritable.

Valerie Putri
Height : 5'5"
Weight : 110 lbs
Skin : Tanned
Orientation : Straight
Eyes : Brown
Hair : Dark Blue - Colored
Hobby : Painting and Dancing
Work : Journalist and part time Announcer
Fierce, grumpy, a little bit bitchy, loyal and smart.

Ahmad Malik Priyanto
Height : 5'7"
Weight : 130 lbs
Skin : White
Orientation : Bi
Eyes : Black
Hair : Black
Hobby : Photography
Work : Photographer
Funny and loyal.

Milka Rahma Anjani
Height : 5'6"
Weight : 121 lbs
Skin : Brown
Orientation : Straight
Eyes : Black
Hair : Curly Black
Hobby : Photographed
Work : Accountant and part time model
Funny and sincere.

Alexandra Nancy Saputri
Height : 5'9"
Weight : 140 lbs
Skin : Olive
Orientation : Bi - Lesbian
Eyes : Black
Hair : Long Black Hair
Hobby : Martial Arts
Work : Trainer and Accountant
Stubborn and loyal.

Have the story finished yet?

It was done but I am still thinking about how to make it more interesting? Has it really done? Yes it is. But I cannot guarantee that people wouldn't be confused by the story, I just need to figure out how to put a story with a point of view that able to put them all in a story but I am still have one BOLD character as an ace.

This is the dream that I use to dream. I've been living with the story and I feel so wrong if I can't make them live at least living in something that I can read all the time. I want them to be live for once before the other story coming through my head, like a bullet that tear them all.

Flash Back : First Time Cilember

31 Agustus 2014 5.00 am

Entah bagaimana saya lupa hingga akhirnya kami memutuskan untuk berangkat pagi buta menuju Curug Cilember yang kami -saya dan partner- belum ketahui rute-nya sama sekali. Yang saya ingat yang jelas menjadi faktor pendorong kami melakukan perjalanan adalah karena kami bosan dan merasa tertekan dengan hiruk pikuk pekerjaan dan kemacetan ibu kota.

Jadilah sekitar pukul 5.00 am kami berangkat dari Pasar Rebo menuju Ciawi. Tepat memasuki Kawasan Bogor, tepatnya setelah lampu merah Tajur kami mendapat sedikit hambatan dan berurusan dengan polisi yang sepertinya sedang tidak atau mungkin baru saja selesai bertugas. Long Story Short kami melanjutkan perjalanan. Ada sedikit kesal karena jujur kami tidak merasa melakukan kesalahan yang dilimpahkan kepada kami saat itu, tapi sudahlah kehilangan dua lembar uang dengan lima angka nol di belakang tak membuat kami lantas membatalkan perjalanan.

7.00 am

Setelah sempat salah jalan akhirnya kami sampai di pintu masuk Curug Cilember, kami masih belum tahu bagaimana medan yang harus kami tempuh untuk menikmati semua curug. Mulai dari Curug Tujuh hingga Curug Satu yang berada di puncak dan jarang ada yeng mengunjungi.

Cilember 1-1
Di bawah Rimbun Pinus

Cilember 1-2
Rimbun Hutan Pinus Menuju Curug 7


 Curug 7 dari Jauh

Curug terbawah yaitu Curug 7. Seperti dugaan kami, itu adalah lokasi paling ramai karena cukup besar dan paling mudah diakses karena berada di paling bawah dengan terjal air terjun yang tinggi. Kami mengurungkan niat untuk mampir kesana karena ramai. Saya hanya sesekali sempat mengabadikan terjal air terjun dari kejauhan sebelum kami menaiki jalanan landai menuju Curug 5.

Curug 1-3
Curug 7 dari Jauh

Cilember 1-4
Menuju Curug 5

Akhir Sebuah Permulaan di Curug 5

Setelah menantang fisik saya sendiri yang saat itu masih terbilang kurang dan mungkin jauh dari tubuh yang tumbuh dalam pola hidup yang sehat dan baru menjalani pola hidup sehat, akhirnya kami tiba di Curug 5. Lokasinya cukup Luas dengan hamparan tanah datar dan beberapa tanjakan berbukit - bukit dengan jajarn pinus dan hamparan rumput hijau, serta terdapat sebuah kios atau warung jajanan dan tempat istirahat yang cukup besar.

Cilember 1-5
Anak Curug 5

Cilember 1-6
Curug 5
Saat itu kami cukup puas, mungkin sedikit puas lebih tepatnya menggambarkan perasaan kami yang hanya bisa mencapai Curug 5 saja. Namun ini adalah permulaan.

Sebuah Awal yang kami akhiri di titik terendah.
Sebuah Akhir yang akan mengawali perjalanan kami untuk selalu melaju dan tak lupa untuk kembali.

Kenangan Singkat di Pulau Tidung

Beruntung meski beberapa data dari hardisk lama saya tidak bisa terselamatkan karena rusak, tapi foto - foto perjalanan yang pernah saya dan partner jalani masih tersimpan di kamera pocket merk Casio milik saya. Setidaknya saya bisa menyimpan memori tentang perjalanan yang pernah saya lalui lewat blog milik saya ini. Memang sedikit berlebihan bila dalam satu hari saya melakukan posting hingga empat kali atau lebih secara berturut - turut, tapi inilah waktu yang saya miliki sebagai karyawan, tidak tetap dan terkadang keinginan untuk menulis harus terkalahkan oleh rasa lelah. Namun, sekarang entah kenapa saya merasa sangat bertenaga atau bahkan terlalu bertenaga.

Muara Angke, 29 Juni 2013 06.30 am

Ini adalah perjalanan pertama kami mencicipi Kepulauan Seribu dan saat itu yang menjadi tujuan kami adalah Pulau Tidung. Dengan menaiki kapal yang saya tidak bisa mengingat nama Kapal yang kami tumpangi itu, akhirnya kami berlayar untuk pertama kalinya di perairan utara Pulau Jawa. Sungguh pengalaman yang cukup mengasyikan, karena ini adalah kali pertama saya mencicipi rasanya berlayar. Dengan hanya membayar Rp. 36.000,- per orang kami akhirnya menikmati pelayaran yang cukup melelahkan itu selama kurang lebih tiga jam perjalanan. Sekitar pukul sebelas siang kami berlabuh di dermaga Pulau Tidung.


Tidung 1
Terikat


Ini kali pertama kami dan wajar kalau kami berkunjung ke Pulau ini tanpa persiapan sama sekali, tidak ada jaminan penginapan, tidak ada juga jaminan kita bisa menikmati berbagai fasilitas yang ada. Bermodal nekat kami akhirnya mencari penginapan, beruntung di dekat Pantai yang terkenal dengan Jembatan Cinta-nya. Dengan mendapat harga discount dari Mas Agung Sang Pengelola penginapan di pesisir pantai, kami berdua dapat menempati penginapan dengan harga Rp. 400.000,- cukup murah dan memuaskan dengan fasilitas yang terbilang nyaman.

Tidung.

Kami hanya menikmati apa yang tersaji di Pulau Tidung tanpa tahu apa yang harus kami lakukan. Seperti traveler pemula pada umumnya, kami mengunjungi tempat yang menjadi masterpiece dari Pulau Tidung. Jembatan Cinta dan menyeberanginya hinga menuju Pulau Tidung Kecil yang berada di Ujung Jembatan. Ada beberapa pengunjung yang melompat ke dalam air laut dangkal dari puncak jembatan cinta, entah karena mempercayai mitos yang berkembang atau memang karena mereka ingin menikmati dan menyemarakan hari saja. Saya tidak tahu.


Tidung 2
Melompat dari Jembatan Cinta

Tidung 3
Romansa

Tidung 4
Pesisir Pantai dekat Penginapan

Tidung 5
Dari Atas Jembatan Cinta



Terkadang, ketika kita berjalan kita tak harus melakukan apapun untuk menikmati apa yang ingin kita nikmati.
Cukup menikmati apa yang telah tersaji, karena Tuhan telah menyajikan alam dengan berjuta keindahannya meskipun kita diam.

Tidung 6
Menikmati apa yang Tersaji

Munara : Jejak Kaki Seorang Amatir

Saya adalah seorang amatir yang ingin menjelajahi keindahan alam. Mimpi saya satu - satunya sejak lama adalah menjadi seorang Manusia yang benar - benar Hidup.

Sejak lama saya ingin sekali mendapatkan pelajaran dari alam. Mungkin sebenarnya alam sudah memberi saya banyak pelajaran dalam kehidupan sehari - hari, namun coba katakan pada saya ketika anda tinggal di Jakarta atau mungkin mendengar dan membaca kata Jakarta, apa yang terlintas? Jujur kalau saya banyak yang terlintas kecuali satu, ALAM. Alam yang saya maksud benar - benar alam yang masih alami.

Gunung, Laut, Pantai, Air Terjun, Sungai yang bersih. Itulah yang saya dambakan. Untuk laut mungkin saya sudah banyak mencicipi asinnya air laut di beberapa tempat. Ada satu keinginan terdalam saya yang sejak lama belum mampu saya wujudkan. Mendaki Gunung. Bukan tidak mau memulai, namun saya terlalu takut memulai dan tahu diri. Saya dulu seorang pemalas yang jauh dari kata olah raga, seorang yang cepat menyerah dan seorang yang penakut. Namun, akhirnya keinginan tidak boleh hanya menjadi keinginan, itu harus diwujudkan. Saya tidak mengijinkan diri saya untuk berkutat saja dengan obsesi, tapi saya harus menjalani dan mewujudkan obsesi itu.

Suatu Pagi.

Ketika akhirnya saya dan prtner memutuskan untuk mencicipi Gunung atau mungkin lebih tepat disebut sebagai Bukit Bongkok di Purwakarta, Saya yang kebetulan dalam program salah satu diet yang cukup terkenal mulai mengukuhkan jadwal untuk rutin berolah raga. Tepatnya sudah berjalan 2 Minggu hingga akhirnya rencana itu gagal karena berbagai hal, namun kami tidak lantas berhenti begitu saja, kami berdua memutuskan untuk melakukan pendakian pertama kami di Bukit Munara.

Perjalanan pagi itu kami melewati Akses Parung – Ciseeng – Rumpin – Situs Gunung Munara. Cukup mudah dan juga cukup memakan waktu. Namun karena ini adalah salah satu cara untuk mulai mewujudkan impian kami berdua, kami tetap menikmatinya.

Minggu Pagi di Munara

Bagi pemula seperti saya, sudah jelas perjalanan yang kami lalui ini tidaklah mudah meski saya sudah menjalani rutinitas untuk memperbaiki fisik saya. Namun jika terlalu dini saya harus menyerah, maka bagaimana nasib impian dan obsesi saya?

Munara 1
Mulai Melangkah

Munara 2
Track

Munara 3
Matahari Mulai Terbit

Munara 4
Menanjak

Munara 5
Mentari beranjak ke singgasana

Munara 6
Masih Menikmati Sang Surya

Munara 7
Berhenti Sejenak
Acrophobia : Melawan Rasa Tkut di Puncak Situs Batu Belah

Bila rasa lelah bukan hambatan bagi saya, maka ada satu hambatan besar yang benar - benar memukul saya dan mengkerdilkan saya saat itu. Rasa takut saya akan ketinggian seolah - olah mempecundangi saya dengan telak. Ketika sampai di situs Batu Belah, saya tidak bisa menolak kedatangan rasa takut yang sejak lama saya miliki. Terlebih saat saya harus memaksa diri untuk memanjat tebing situs Batu Belah. Namun, siapa lagi yang bisa mengalahkan rasa takut saya kalau bukan saya sendiri?

Munara 8
Tebing Batu Landai

Muanara 9
Di situs Batu Belah

Munara 10
Rock Climbing

Munara 11
Dipuncak Batu Belah

Munara 12
Terbayar

Munara 13
Melawan Rasa Takut

Munara 14
Di seberang Curamnya Belahan Situs

Munara 15
Mengabadikan
Menyerah?

Setelah turun, badan saya masih gemetar. Saya memang puas atas apa yang sudah saya dapatkan, bahkan mungkin terlalu cepat untuk merasa puas, hingga membuat kami memutuskan terlalu cepat untuk menghentikan perjalanan. Kami hanya sempat mampir ke Situs Goa Soekarno. Memang selain karena saya yang mengalai guncangan hebat, juga karena faktor pengunjung yang begitu ramai  dan waktu yang sudah sepertinya tidak memungkinkan jika kami perhitungkan membuat kami berpikir ulang untuk melanjutkan perjalanan atau tidak.

Munara 16
Di dekat Situs Goa Soekarno

Munara 17
Partner in Crime
Setelah akhirnya berpikir cukup lama dan menghasilkan keputusan untuk tidak melanjutkan perjalanan sampai puncak yang entah sampai sekarang kami masih belum tahu di mana posisi puncak Munara. Kami hanya perlu memaknai perjalanan ini dan meyakinkan bahwa titik awal yang kami jalani ini, tidak akan menjadi akhir dari perjalanan yang sudah kami targetkan hingga kami bisa mencapai impian untuk mencicipi puncak - puncak tanah yang ada.

Mungkin di sini kami menyerah, tapi inilah pelajaran. Mungkin kami hanya mencapai titik terendah dari sebuah pendakian namun bagi kami ini adalah landasan yang cukup berharga. Jika nanti kami berhasil mencapai puncak tanah yang lebih tinggi di bumi ini, maka saya akan teringat puncak terendah yang belum saya cicipi. Bukankah ketika kita berada di puncak kehidupan, kita tak boleh melupakan saat kita berada di bawah dalam rantai kehidupan, tidak boleh juga menjadi angkuh dan memandang rendah orang yang berada di bawah kita. Inilah pelajaran, bahwa setinggi apapun kita nantinya, kita akan tetap menapakan kaki di tanah yang tak akan pernah bisa lebih tinggi bahkan menyentuh langit.

Ancol 2 : Siluet Senja

Kali ini setelah sempat menghamburkan uang, Kami memutuskan untu mampir atau lebih tepatnya mengunjungi Pantai Ancol dengan expektasi dan bayangan akan keindahan sunset sebelumnya. Rasanya memang tidak mudah bagi kami apa lagi setelah menghabiskan beberapa lembar uang kami harus mengeluarkan uang sebesar Rp 65.000,- untuk kami berdua bertaruh mendapatkan sunset atau setidaknya pemandangan yang indah di Area Pantai komersil tersebut.

Bermodal Nekat

Ya mau dikata apa lagi, kami bosan menghabiskan waktu libur dengan hanya berdiam diri di kamar menghabiskan waktu dengan hanya berbaring dan nonton tv saja, terlebih lagi sepertinya alam berpihak kepada kami atau mungkin karena sekarang memaauki musim kemarau, jadi suasana langit cukup bersahabat meski terbilang panas.

Setelah sempat menikmati makan siang di Mie Jogja di bilangan Tebet, kamipun tidak mau menyia - nyiakan waktu untuk menunda keberangkatan menuju ancol. Minggu ini, yang menemani kami adalah Si Ganteng, motor Mio GT merah hitam milik saya.

Sekitar kurang lebih satu Jam kami akhirnya sampai di pintu gerbang Taman Impian Jaya Ancol. Sepertinya cukup ramai untuk minggu ini -24 Mei 2015- dan ternyata benar. Tidak sepertu biasanya, kali ini kami singgah dulu di area Pantai Indah seberang Putri Duyung dekat Monumen Ancol sebelum pindah ke area Pantai Pasir Putih tempat kami biasanya menunggu detik - detik terbenamnya Matahari.

Ancol 2-1
Mampir

Ancol 2-1
Putri Duyung

Ancol 2-3
Pohon Kelapa
Ancol 2-4
Black And White

Ancol 2-5
Permisi. Narsis dulu.


Peluasan Area Pantai Berpasir

Sekitar Jam empat kami berpindah lokasi menuju Pantai Pasir Putih utntuk menunggu dan menyaksikan detik - detik terbenamnya Sang Surya. Mengejutkan walau tidak mengherankan juga, pengunjung kala itu membludak, ditambah ada beberapa kapal pengeruk yang sedang terparkir di pinggir pantai. Menurut info, ternyata memang sedang ada perluasan area berpasir di berbagai titik di Pantai Pasir Putih. Kami tak mau ambil pusing, kami hanya ingin menikmati suasana senja di Ancol. Kami berdua berjalan menelusuri Jembatan kayu panjang dan berhenti di salah satu titik yang cukup sepi, kami enggan menyeberangi jembatan lebuh jauh karena sejauh mata memandang ke arah jembatan dan sekitarnya yang kami lihat hanya bulatan - bulatan kepala berhiaskan rambut hitam. Kamipun duduk menunggu saat matahari terbenam.

Ancol 2-6
Lalu Lalang

Ancol 2-7
Walk the Walk
Ancol 2-8
Mulai Beringsut

Ancol 2-9
Partner In Crime

Ancol 2-10
Silau


Siluet Senja

Kami berpindah ke salah satu sisi timur pantai, mengamati beberapa kapal pengeruk dan menikmati sisa Sunset yang ada. Cukup memuaskan karena bisa menghasilkan Siluet Senja yang indah baik dari mata Nikon D3200 milik partner saya, juga dari Mata Ponsel Lumia 730 milik saya.


Ancol 2-11
Siluet di kala Senja

Ancol 2-12
Bersama Orang - Orang Tercinta

Ancol 2-13
Para Penikmat Senja

Ancol 2-14
Salam Senja

Ancol 2-15
Anugerah Tuhan yang begitu Indah.
 
Ancol 2-16
Perluasan Area Pantai Pasir Putih Ancol.


Apa ukuran dari keindahan? Apakah kepuasan yang terasa dalam hati?
Lalu apakah jaminan dari kepuasan hati? Apakah keindahan?
Bagi saya, bukan! Tapi rasa Syukur atas anugerah yang Tuhan berikan.
Mata ini memandang segala aspek yang ada,
namun kemudian kepala, hati dan ego yang mengerucutkan.
Mementingkan salah satu aspek dan mengabaikan aspek yang lainnya.
Ini realita, dan memang ini lah kenyataan.
Saya manusia dengan sisi obyektif dan sudut pandang yang menurut saya benar.
Namun belum tentu benar menurut orang lain.