Senin, 22 Februari 2016

Putih Abu (Kisah 4) : Gantungan Kunci



Jaman STM memang menjadi masterpiece yang selalu akan diingat oleh sebagian besar orang yang pernah mengalaminya. Baik, buruk, lucu, menyeramkan. Apapun kesannya tetap akan menjadi hidangan renyah di meja makan kala kembali bersua.

Ingat saat jaman putih abu dengan segala memori yang tersimpan dengan indah dan rapi di kotak berhiaskan ukiran emas yang tak kan pernah ternilai harganya.

Masa Itu
Satu lagi

Ada sebuah kejadian lucu yang selalu ada di kepala saya dan terkadang kami bahas bila sedang reuni, ada ataupun tidak ada sang pemeran utama akan selalu kami bahas karen cukup menggelikan dan sedikit tak pantas mungkin, tergantung dari segi mana anda memandangnya.

Dulu Kala

Saat kami duduk di bangku kelas XII kami bertemu dengan pengajar yang bisa dikatakan sungguh remarkable memang sangat gampang diingat. Mulai dari cara mengajar hingga kepribadian dan slogan - slogannya.

Beliau Bernama Ibu Sum.

Ibu Sum adalah guru Kewirausahaan. Setiap beliau masuk kelas, kami dan saya yakin semua murid di kelas dan jurusan lain akan melakukan hal yang sama. Menata deretan meja dengan snagat rapi, mensejajarkan tepian meja dengan garis keramik. Menyimpan jaket ke dalam tas dan meletakkan di pinggir meja, membersihkan meja dari debu, memasukan pakaian dan merapikan penampilan, kembali menghapal dan mengingat pelajaran minggu lalu.

Dan saat beliau tiba semua murid akan duduk rapi dengan kaki di bawah meja tanpa keluar dari sisi meja, tangan kami lipat di atas meja, duduk tegap, tak bersandar, tidak menyangga dagu ataupun kepala dengan tangan. Terpakasa? Sakit? Pegal? Jelas! Tapi kalau tidak begitu, itu sama saja dengan menjebloskan diri sendiri ke mulut buaya lapar.

Kisah Bermula...

Seperti biasa, sebelum memulai pelajaran beliau akan memanggil beberpa anak secara acak untuk mempresentasikan pembahasan di minggu sebelumanya, dan seperti biasa, beliau akan memanggil kami secara acak, entah itu dengan melihat tanggal, atau tahun lalu dengan berbagai cara berbuntut pada nomor absen atau huruf depan dari nama murid, atau juga melalui mimpi dia semalam atau bisa jadi dari kejadian yang beliau alami kemarin, apapun itu tak ada satupun yang bisa menebak. So, Random!

Hari itu, saya ingat duduk di meja yang berada di deret ke dua baris ke empat bersebelahan dengan Winda, di depan kami ada Merry dan Bintang, lalu sebelah kami adalah Tripur, di belakangnya ada Feri dan Januar dan di belakangnya Rachmad. Satu persatu teman saya maju ke medan perang, bahkan Winda pun sempat menjadi korban lagi.

Hingga tiba - tiba sebuah perhitungan jatuh pada Uyuh a.k.a Ferry yang memiliki nomor absensi 11. Seperti biasanya, saat ada teman yang menjadi korban semua anak akan berpaling dan tersenyum lega. seperti berkata "On Your Face!" dan "Hurray!!!"

Presentasipun dimulai...

Enatah bagaimana dan berapa panjang kalimat yang telah terucap dan sekeras apa otak Uyuh bekerja untuk mempresentasikan tentang pelajaran minggu lalu di depan kelas, tiba - tiba Sang Guru menghentikan Uyuh.

"Sebentar Mas, kamu merokok ya?" Beliau sepertinya mencium bau asap rokok.
"Iya, Bu!" Jawab Uyuh santai.

Sejenak beliau terdiam mengambil nafas panjang sambil memasang raut kecewa marah, kesal dan sebagainya. FYI... Beliau adalah salah satu Tim Tata Tertib Guru.

"Coba bawa rokoknya ke depan!" Perintah beliau.

Uyuh hanya mengangguk dan berjalan menuju bangkunya untuk mengambil sebungkus rokok miliknya. Seketika itu seisi kelas hanya terdiam dan memandang ke arah Uyuh yang sedang merogoh - rogoh sesuatu di dalam ransel miliknya. Cukup lama hingga akhirnya Bu Sum kembali bersuara.

"Cepat! Bawa saja sekalian dengan tasnya ke depan!" Perintahnya tegas.

"Aduuh!" Uyuh mengeluh lirih. Terlihat keterkejutan di wajah Rachmad alias Nanank dan Januar alias Bedjo saat setelah melihat isi ransel Uyuh. Aku hanya melihat ke arah mereka bertiga dan mencoba menebak apa yang sebenarnya ada di dalam ransel Uyuh.

"Cepat bawa ke sini!" Bentak Bu Sum.

Dengan ragu Uyuh membawa ranselnya ke depan dan menyerahkannya ke pada Bu Sum yang kemudian duduk sambil memeriksa dan mencari - cari rokok di dalam ransel milik Uyuh. Namun sesuatu yang entah apa membuat Bu Sum menghentikan gerilyanya. Tampak beliau menarik nafas panjang saat wajah Uyuh semakin tampak panik dan bibirnya membentuk kalimat "Wadduh!" Aku semakin penasaran.

"Ini apa?" Tanya Bu Sum sambil mengeluarkan sesuatu dari ransel Uyuh. Sesuatu yang terbungkus rapat oleh plastik berbentuk kotak. Sesuatu yang bundar.

"Kondom Bu!" Jawab Uyuh sekenanya.

Seketika itu juga semua murid terdiam dan aku hampir tersedak ludahku sendiri mendengar jawaban Uyuh dan mengetahui benda apa itu. Aku dan Winda saling berbalas pandang penuh rasa heran seolah berkata. "Ngapain bawa begituan ke seklolah?"

"Buat apa kamu bawa ini?" Seolah tahu pertanyaan dipikiran kami Bu Sum bertanya pada Uyuh.

"Buat... Gantungan Kunci bu!" Jawab Uyuh.

"WHATTTTTTTTTT!" Wajah kami tak terkecuali Bu Sum seolah bingung akan komentar apa yang harus kami lontarkan.

"Sehabis pelajaran kamu ikut saya!" Hanya itu yang keluar dari bibir Bu Sum sebelum akhirnya melanjutkan pelajaran hingga jam berakhir.

Hingga akhirnya jam pelajaran berakhir, Uyuh yang mengikuti kepergian Bu Sum tak pernah kembali, entah ke mana, bahkan tak ada satupun yang berani membahas dan bertanya pada Bu Sum. Namun semua itu masih menyimpan rahasia dan kenangan yang tak akan pernah bisa dilupakan.

Dan dia tak pernah kembali. Kami merindukanmu.

Honor and Pride
Friends

1 komentar: