Senin, 01 Juni 2015

Leuwi Lieur : Akhir Destinasi dan Kembali Diiringi Sunset

Menuju Leuwi Lieur

Setelah tidak berapa lama kami mendaki jalan setapak di sisi tebing, kami berdua akhirnya sampai di pintu masuk Leuwi Lieur, kami hanya perlu mengeluarkan Rp 5.000,- per orang untuk dapat menikmati pesona Leuwi Lieur. Perjalanan menuju area Leuwi yang berarti Sungai dan Lieur berarti pusing, kami menuruni jalan yang cukup curam, hingga akhirnya sampai di lokasi, kami terpesona dengan kontras warna antara beningnya air yang menerpa bebatuan yang berwarna kemerahan ditambah pancaran sinar mata hari membuatnya semakin tampak indah.

Terik Matahari tidak bisa menahan kami untuk menikmati pemandangan indah di area Leuwi, namun kami enggan untuk kembali bermain air, selain karena malas berganti pakaian, juga karena area itu cukup dipenuhi pengunjung. Kamipun hanya duduk di sekitar bebatuan dengan membuat camp dari jaket dan pakaian basah kami yang kami tumpuk di atas kayu - kayu yang kami bentuk menjadi atap. Sungguh indah apa yang sudah Tuhan sajikan di depan mata saya, membuat saya semakin memahami apa arti kata Syukur.

Leuwi Lieur 1
Warna indah saat ditempa Matahari
 
Leuwi Lieur 2
Para Penikmat

Leuwi Lieur 3
Warna sejuk saat Matahari tertutup awan
Leuwi Lieur 12
Maaf untuk hobi yang satu ini

Leuwi Lieur 13
Narsis Terakhir


 Perjalanan Pulang

Perjalanan pulang menjadi kisah lain dalam kunjungan alam kami kali ini, saat menuju Area Parkir Dua kami terkejut dnegan jumlah kendaraan yang terparkir, ternyata sangat padat. Kamipun segera memacu motor dan ternyata Area Parkir Satu pun sudah penuh oleh sesak mobil dan motor yang terparkir. Kami merasa beruntung karena kami sudah cukup lama menikmati keindahan alam sebelum pengunjung lainnya tiba lebih banyak.

Leuwi Lieur 4
Menuju Tempat Parkir
 
Leuwi Lieur 5
Partner in Crime

Leuwi Lieur 6
Sudah Padat


Di tengah jalan kami beberapa kali berhenti, ada satu titik saat kami berhenti karena saya ingin mengabadikan lukisan jajaran pegunungan yang hijau. Saat saya sedang berdiri di sisi jalan berlubang, tiba - tiba terdengar sebuah suara sedang berbicara dengan partner saya yang sedang duduk di atas motor sambil mengabadikan pemandangan yang juga sedang saya ambil gambarnya.

Leuwi Lieur 7
Berhenti Sesaat

Leuwi Lieur 8
Mengambil Beberapa Gambar


"Bang kalau mau foto bayar dulu!" Suara anak - anak kecil itu membuat saya menoleh.
"Bayar buat apa? ini punya alam, ini Tuhan yang punya bukan kalian." Dengan reflek partner saya menjawab.
"Buat apaan bayar? Punya siapa emang ini?" Ketus saya yang sedikit kesal dengan kelakuan anak - anak kecil yang sudah berani malak itu. Mereka langsung terdiam memperhatikan saya. Sebenarnya kami tidak bermasalah kalau memang kami harus membayar kalau memang ada ketentuan dan kalau memang area itu terawat dan dijadikan area wisata, atau setidaknya dengan adanya pungutan - pungutan liar yang dilakukan anak - anak itu, hasilnya dipergunakan untuk memperbaiki akses yang bisa saya bilang superberantakan itu. Menyebalkan, jujur saja saat itu saya kesal. Tapi sudahlan toh mungkin mereka ingin jajan permen.

Leuwi Lieur 9
Kembali Berjumpa Ray of Life di Jembatan Kayu

Leuwi Lieur 10
Way Back Home

Leuwi Lieur 11
Segar


Ditemani Sunset

Perjalanan pulang kami tidak kalah indah, setelah sempat mampir makan di warung yang sebelumnya kami mampir saat menuju lokasi, kamipun melanjutkan perjalanan. Sekali lagi melewati area Sentul yang saya kagumi dan bahkan kali ini terasa lebih indah karena bertepatan dengan waktu di mana Sang Mentari terbenam.

Leuwi Lieur 14
Kembali Memasuki Sentul

Leuwi Lieur 15
Unik

Leuwi Lieur 16
Pepohonan di daerah Sentul

Leuwi Lieur 17
Mulai Terbenam

Leuwi Lieur 18
Semakin Menjauh

Leuwi Lieur 19
Perfect Trip
 
Leuwi Lieur 20
Refraction

Leuwi Lieur 21
Meninggalkan Sentul

Leuwi Lieur 22
Salam Senja

Leuwi Lieur 23
Kecupan Terakhir Untuk Sentul yang Mengagumkan


Perjalan kali ini sekali lagi menjadi anugerah yang begitu indah bagi kami. Satu yang saya ingat ketika menjejaki Curug Bengkok Leuwi Hejo pagi tadi, ada sebuah plang dari kayu yang dipaku di sebuah batang phon dan bertuliskan.

"Kita Tidak Mewarisi Bumi Dari Nenek Moyang,
Tapi Kita Meminjamnya Dari Anak Cucu."

Tidak ada alasan untuk kita merasa memiliki alam hingga membuat kita hanya mau mengambil keuntungan saja dari apa yang tersedia di dalamnya. Ingat Alam menghidupi kita apakah kita sudah cukup membalas budinya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar